Tiada kata yang pantas terucap untukmu ayah. Kau bukan orang terdekat. Kau juga bukan orang yang selalu berada di sampingku, saat aku bahagia, kecewa bahkan saat aku bersedih hingga meneteskan air mata. Tapi engkau lah yang selalu menemaniku di saat aku kecil dan sakit, engkaulah yang palig bisa membujuk aku untuk minum obat. Engkau juga yang selalu mejaga aku di saat ibu sibuk dan pergi dengan segala urusannya.
Saat aku mulai tumbuh besar, kita mulai punya banyak perbedaan. Seolah kau tak peduli denganku, aku juga tak peduli denganmu, aku jadi tidak suka denganmu. Aku membenci semua tentangmu. Pernah sekali aku menyalahkanmu atas apa yang terjadi dalam hidup ibu. Tapi kau marahi aku, "hampir" aku kau pukul........tapi tangan kekarmu tak pernah sekalipun melukai aku, saudara2ku, atau bahkan ibuku.
Waktupun berlalu begitu saja, aku merasa jauh denganmu. Bahkan ketika aku menuntut ilmu di kota ujung timur pulau Jawa, hanya ibu lah yang selalu kutanyakan kabarnya. Tapi aku sangat terkejut ketika suatu hari aku pulang ke rumah dan ibu berkata bahwa aku lah anak yang selalu dirindukan oleh ayah. Tapi tetap saja di mataku ayah bukanlah seorang yang istimewa. Sampai aku wisuda, kemudian bekerja, dan menikah.......di mataku ayah seorang yang biasa saja.
Suatu hari putra pertamaku sakit dan harus dirawat di rumah sakit. Sementara putri keduaku masih bayi, dan kami sekeluarga tinggal terpisah jauh dari orang tua. Orang tua tinggal di Brebes, dan kami saat itu tinggal di Mayong, Jepara. Aku bingung bagaimana aku bisa membagi waktu untuk kedua anakku. Sedangkan di rumah tidak ada pembantu. Tak kusangka ayah menelfonku, dan berkata bahwa beliau dan ibu sanggup menjaga putriku yg masih bayi hingga putraku sembuh. Hatiku bergetar ketika aku melihat ayah meggendong putriku dg penuh kasih sayang.
Ayah, terbayang letih yang tersimpan dalam dirimu atas segala kerja kerasmu selama ini, kerja keras yang kau lakukan untuk memenuhi segala kebutuhan kami. Seakan tak tau apa jadinya diri ini jika tanpa kehadiranmu. Kau begitu berjasa, penyayang, cintamu tulus. Apalagi ketika ibu memiliki keinginan untuk pergi haji yang kebetulan sudah lama beliau pendam. Dan akhirnya ayah berkata dengan segala kerelaan dan keikhlasan, "Mobil kita dijual saja bu, dan uangnya bisa untuk mendaftar haji. Ayah tidak usah, karena mobil tua itu paling harganya hanya cukup untuk mendaftar satu orang saja. Mungkin saja umurku tidak sampai waktu keberangkatanmu". Entah kenapa ayah berkata seperti itu. Padahal ayah sehat, tak kurang suatu apapun.
Akhirnya ibu bisa mendaftar untuk pergi haji sendirian. Ayah tak peduli apa kata orang lain. Tak berapa lama kemudian, aku mimpi aneh. Dan mimpi ini aku alami 3x berturut-turut. Aku mimpi ayah meninggal dunia. Setiap kali aku mendengar lagu Dealova-nya Once, selalu saja ada air mata yg menetes dari kedua mataku. Aku ingat ayah......
"Ndri, Ayah masuk rumah sakit......", begitulah kabar yang aku dengar dari ibu di telfon. Aku terkejut. Ayah sakit apa? ternyata pembengkakan jantung, dan diabetes hingga gula darahnya 500 lebih. Tak kusangka, ayah selama ini ternyata memiliki sakit diabetes. Itu semua tidak pernah kami ketahui karena Ayah yang memang bandel tidak pernah mau untuk medical check-up seperti yang dilakukan ibuku. Aku jadi teringat akan mimpi2ku sebelumnya. Selama 4 hari ayah masuk ICU. Aku sempet telfon ayah, kami ngobrol banyak, karena kondisi ayah yang sadar dan suaranya seperti orang yang sedang tidak sakit. Sesekali kami guyon di telfon. Alhamdulillah, hari ke-5 ayah sudah diperbolehkan pindah ke kamar perawatan. Hari ke-6 ayah diperbolehkan pulang.
Keesokan harinya, tanggal 28 Desember 2008, pagi-pagi sekali sehabis shalat Subuh, aku telfon ke rumah. Tapi kata ibu, ayah masih tidur. Aku minta maaf karena belum bisa menengok ayah. Kebetulan kedua putra putriku sakit panas semua. Aneh, mereka tiba2 panas dalam waktu yang bersamaan. Kata ibuku, "Tidak apa-apa, ayah sudah baikan. Yang penting kamu jaga anak2mu.....Kami hanya minta doamu. Semoga semuanya diberi kesehatan kembali." Kata-kata ibuku ditelfon membuat aku tenang. Setelah itu aku membuka pintu depan rumah, aku menemukan burung mati (entah burung apa namanya aku tidak tau) persis di depan pintu. Aneh, pikirku. Perasaanku mulai tidak enak. Kemudian, sekitar jam 8 pagi, aku menerima sms dari sahabatku yang saat itu tinggal di Jombang, Jawa Timur. Isinya ucapan turut berbela sungkawa atas kepergian ayahku. Aku terkejut. Bagaimana mungkin? Wong barusan td pagi aku telfon ibu dan semuanya baik-baik saja. Aku langsung telfon ibu, dan ternyata kabar itu benar. Tubuhku bergetar, lemas, seolah-olah kakiku tak menyentuh tanah....hampir saja aku terjatuh kalau aku tidak mengingat putriku yang ada dalam gendonganku. Aku bingung, sementara kedua anakku sakit. Langsung saja aku dan suamiku siap2 untuk pulang. Tapi sebelumnya aku harus ke rumah sakit dulu untuk memeriksakan kedua anakku. Maklum, hari itu hari Minggu, semua dokter praktek tutup. Tak henti2nya aku menangis di rumah sakit. Tak sabar aku ingi segera sampai ke rumah. Tapi apa harus dikata, pasien yang berobat banyak, dan harus menunggu antrian lama.
Sekitar jam 10 siang kami baru keluar dari rumah sakit. Kemudian kakak pertamaku telfon, "Ndri, apa pemakaman Ayah harus menunggu kedatanganmu?". Aku bingung dengan pertanyaan itu. Saat itu musim penghujan, kalau perjalanan tidak macet kemungkinan aku akan sampai di rumah sekitar jam 5 sore. Ya, itu kalau tidak macet. Tapi kalau macet bisa saja aku sampai di sana malam. Lalu bagaimana dengan jasad Ayah? Kasihan kalau harus menunggu kedatanganku. Sementara aku sendiri ingin sekali melihat beliau untuk yang terakhir kalinya. Pergulatan bathin pun terjadi dalam diriku. Ah, aku tidak boleh egois. Ayah tau aku sayang beliau.......Akhirnya aku putuskan untuk tidak usah menunggu aku dalam pemakaman Ayah. Agar ayah tenang, demikian pikirku. Karena sepengetahuanku, apabila orang meninggal dunia, sebaiknya harus cepat-cepat dimakamkan.
Ayah, aku memang tidak bisa memandang wajahmu untuk yang terakhir kalinya. Aku tidak bisa mengantarmu ke tempat peristirahatan terakhirmu. Tapi engkau selalu ada di hatiku hingga detik ini. Namamu selalu aku sebut di setiap doa-doaku. Aku selalu mengingatmu, kau ajarkan padaku bagaimana menjadi pribadi yang kuat tanpa melupakan setiap orang punya kelemahan. Kau membuat aku merasa bangga atas semua yang telah kau lakukan untukku.
Karena itulah, aku selalu berdoa ”semoga Allah selalu memberi yang terbaik untukmu”
Untuk setiap detak yang terjadi dalam nadi dan jantungku, hatiku berkata ”Terima Kasih Ayah”
Untuk setiap detak yang terjadi dalam nadi dan jantungku, hatiku berkata ”Terima Kasih Ayah”
Yogyakarta, 29 Desember 2011
Aku yang selalu mencintaimu, Yuni Andriyani
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !